Review Buku The power of languange
Setelah selesai membaca series I want to die but I want eat tteopokki 1 dan 2, aku menjadi suka membeli dan tertarik dengan bacaan-bacaan terjemahan dari korea terlebih lagi genre self improvement yang berbentuk Esai. Baru di tahun ini aku begitu menyukai buku nonfiksi dan berturut-turut membacanya. Baiklah selanjutnya aku akan mereview salah satu buku best seller dari Korea selatan
kembali yaitu The power of Language karya dari Shin Do Hyun dan Yoon Na Ru.
Identitas :
Judul: The Power of Language
Penulis: Shin Do Hyun & Yoon Na Ru
Penerbit: Haru
Penerjemah: Hyacinta Louisa
Jml Hal: 208 halaman
ISBN: 978-623-7351-34-4
Sinopsis :
Pernahkah kamu menyusun kata-kata yang indah dan membuat kalimat yang cantik. Tetapi saat kamu pikirkan kembali, kalimat itu ternyata tidak memiliki makna.
Seringkali kita terlalu fokus pada cara penyampaian sebuah ucapan. Sehingga melewatkan makna yang seharusnya terkandung dalam ucapan tersebut.
Buku ini mengajak kita untuk memikirkan kembali cara kita berbahasa, juga mengajarkan kita bagaimana cara menggunakan kata-kata sehingga kita bisa menyampaikan maksud kita dalam ucapan dan menghindar dari bahaya yang mungkin timbul dari ucapan kita.
Penulis menggunakan kutipan-kutipan dari para filsuf dan pemikir dari Barat maupun Timur, serta ilmu humaniora sebagai salah satu cara untuk menjelaskan bagaimana cara berbahasa yang baik.
Review :
Buku The Power of Language adalah sebuah buku Self Improvement yang menjadi Best Seller di Korea Selatan.
Buku ini telah dibaca oleh salah satu Idol boygrup BTS. Bagi ARMY dan Kpoper sudah tidak asing lagi siapa Idol yang dimaksud. Dia adalah Kim Tae Hyeong atau V. Para ARMY mengetahui bahwa V membawa buku ini saat V berada di Bandara Gimpo pada Februari 2019 silam. Setelah itu, buku The Power of Language menjadi sangat digemari dan menjadi best seller. Itulah menjadi alasan aku, ingin membeli buku ini.
Terlebih lagi aku seorang Introvert dan pasti terkadang kurang percaya diri dalam berkomunikasi, karena terkadang hasil yang keluar dari pikiran sering kali belepotan saat diucap.
Ini bukan buku tentang tips cara berkomunikasi ya gais , tapi cenderung pandangan tentang teknik berkomunikasi yang di kuatkan dengan teori filsuf dari Bangsa Eropa dan Asia.
Ada 8 tahapan dalam kecakapan berbahasa dalam komunikasi yang dibahas melalui pandangan dari sudut filsuf barat dan timur yang antara lain :
1. PENGEMBANGAN DIRI
Tingkat kedewasaan seseorang biasanya dibandingkan dengan besar sebuah mangkuk ,pembelajaran tentang bahasa dimulai dengan pengembangan diri yang membuat ukuran mangkok ini menjadi semakin besar kunci untuk pengembangan diri adalah menumbuhkan rasa percaya diri serta belajar mengelola perasaan kebiasaan berbahasa yang sehat yang tidak menyembunyikan atau terlalu mementingkan diri sendiri hanya mungkin terwujud jika kita memiliki rasa percaya diri.
Ini quotes favorit aku di bab ini, penyampaian para filsuf sangat padat dan menarik di bab ini. Buku berat namun ringan diterima saat dibaca.
Teori filsafat dari Huineng menjadi favoritku disini " Janganlah kau pikirkan mana yang baik dan mana yang buruk jika begitu yang manakah wajah aslimu? ", pengembangan diri bukanlah untuk menjadi orang yang baik tujuan pertama memahami diri kita sendiri dengan lebih dalam dan bisa mencintai diri kita sendiri bisa membedakan antara etika yang baik dan buruk di setiap kondisi.
2. SUDUT PANDANG
Sudut pandang sesuai dengan apa yang kita lihat meskipun dunia sendiri bersifat objektif kita melihatnya secara subjektif.
Pandangan dari Sung Dae-jung (1732-1809) filsuf di masa akhir dinasti Joseon yang mengatakan Apabila kita mengucapkan sesuatu yang tak memiliki inti, maka kata-katanya pun menjadi berantakan. Maka dari itu saya ingin memperbaiki pola komunikasi saya supaya lebih rapi saat mengucapkan kata-kata.
Martin Buber (1878-1965) Filsuf dan Teolog Yahudi yang lahir di Austria juga mengatakan bahwa jika kita menginginkan kebiasaan berbahasa yang baru maka kita harus mengubah sudut pandang kita terlebih dahulu. Terkadang kita terbawa lingkungan yang lama dalam berbahasa dengan orang lain padahal kita harus melihat sudut pandang baru apakah ini sesuai atau tidaknya jika dilakukan.
3. KECERDASAN
Zhu Xi (1130-1200) seorang cendekiawan Konfusianisme dari Dinasti Song di Tiongkok memaparkan para cendekiawan memandang bahwa kehidupan yang hanya diisi dengan makan dan tidur tidak ada artinya. Mereka berpikir bahwa setelah dilahirkan di dunia ini, mereka harus meninggalkan sesuatu yang bermakna. Maka dari itu, meningkatkan kecerdasan dengan membaca buku.
4. KREATIVITAS
Yi Hwang (1501-1570) Filsuf dan cendekiawan dari Dinasti Joseon berpendapat bahwa kalau ingin kreativitas kita meningkat maka kita bisa menuliskan apa yang kita pikirkan menjadi kata-kata. kita bisa menerima kritik dan tanggapan dari orang lain yang membaca apa yang kita tuliskan agar bisa mengembangkan kreativitas kita menjadi lebih baik lagi.
5. MENYIMAK
Lao Zi berpendapat bahwa ketika ada percakapan dimana terdapat situasi ada yang berbicara dan mendengarkan menjadi satu. Biasanya, orang-orang berpikir bahwa kita harus pandai berbicara terlebih dahulu. padahal sebenarnya lebih penting jika kita pandai mendengarkan.
selain itu pandangan Zhuangzi (369-289 SM) filsuf dari Zaman Negara berperang di Tiongkok mengatakan bahwa reaksi kita saat mendengarkan tidak boleh berubah menjadi nasihat atau anjuran.
6. PERTANYAAN
Pandangan Wang Yangming dimana beliau memarahi murid-muridnya yang tidak ada pertanyaan. Padahal dengan adanya pertanyaan sehingga kita bisa belajar bersama-sama untuk mencari jawabannya.
7. GAYA BERBICARA
Sun Tzu (545-470 SM) seorang ahli strategi perang di Tiongkok mengatakan bahwa berbicara setelah berpikir, tidak berbicara secara berlebihan dan berbicara sambil memperhatikan orang lain. Untuk teori ini kita perlu prakteknya agar tidak berbicara dengan sembarangan, lebih baik di fikirkan dahulu.
8. KEBEBASAN
Anthony de Mello (1931-1987) pastor katolik dari Yesuit kelahiran India menyanpaikan bahwa keheningan adalah saat dimana kata kata berhenti, dan juga saat dimana bagian dalam dan luar tubuh kita ikut terhenti. Disini diberikan contohnya salah satunya adalah ketika kita bertemu dengan orang lain kita harus menghilangkan segala prasangka dan penilaian awal terhadap orang itu sehingga terciptanya pertemuan sejati.
Tidak bisa kita pungkiri ya ketika bertemu dengan orang lain yang tidak kenal first impression dan gerak bahasa tubuh juga menentukan apakah orang ini antusias tidaknya akan tetapi mungkin kapan-kapan kita bisa juga mempraktekkan apa yang dikatakan oleh Anthony de Mello.
Kutipan dari buku ini yang paling aku suka, “Seseorang yang tidak mengetahui nilai dari dirinya sendiri tidak akan bisa mengetahui nilai orang lain. Itulah sebabnya, kita harus belajar bahasa, mulai dengan belajar memahami dan mencintai diri kita sendiri. (halaman 26)
Aku saranin baca buku ini dalam keadaan fokus dan jangan tergesa-gesa bahasanya filsuf sekali. Perlu dua kali lebih membaca perkalimatnya agar mudah diserap. Over all aku suka covernya karena elegan dan tentunya isinya yang sangat bermutu.
Sekian, See you all.. 😘
My Score : 🥰🥰🥰🥰/5
Comments
Post a Comment