Review Novel The Hen Who Dreamed She Could Fly
Identitas :
Penerjemah : Dwita Rizki
Editor : Harum Sari, Dian Pranasari
Pemeriksa Aksara : Fidyastria Saspida
Penata Isi : @designgedang
Penerbit : Penerbit Baca
Cetakan I : November 2020
Sinopsis :
Dari balik kandang seekor ayam petelur yang menamai dirinya sendiri daun terlalu menyaksikan kehidupan keluarga halaman yang penuh kebahagiaan ayam betina mengerami telur bebek bebek berbaris menuju bendungan anjing tua yang selalu kalah ketika berebut makanan dengan ayam jantan .
Daun ingin berhenti menjadi ayam petelur, Daun ingin keluar bebas dan menjadi ibu bertelur dan mengerami nya.
Tatkala kesempatan keluar kandang tiba daun harus berhadapan dengan penolakan keluarga halaman dan ancaman musang lapar yang hendak Menerkam hidup di luar kandang tidak semudah yang daun bayangkan namun dan berhasil menetapkan jambul hijau seekor anak yang berbeda dengan bebek-bebek di halaman.
The hen who dreamed she could fly adalah dongeng indah yang menguatkan tekad untuk memupuk impian sebuah kisah tentang bersikap penuh kasih sayang keberanian pengorbanan dan tulus mencintai tanpa membeda-bedakan.
Begitu diterbitkan The hen who dreamed she could fly langsung mencuri perhatian pembaca korea berada di daftar buku terlaris selama 10 tahun berturut-turut dan menginspirasi film animasi terpopuler dalam sejarah korea.
Buku terlaris yang akan membuat pria dan perempuan dewasa menangis dari _The Independent.
Review :
Awalnya penasaran sekali sama Fabel terjemahan korea yang laris manis ini, setiap halaman demi halaman aku menikmatinya selalu membayangkan menjadi sosok Ayam Daun. Yang berhasil menggapai mimpinya, padahal dia tahu untuk mewujudkanya tidak mudah apalagi hidup berada di bawah ancaman musang.
Daun adalah seekor ayam petelur, ayam yang bertugas bertelur.
Setiap dia kesakitan mengeluarkan telur-telurnya, dia berharap suatu saat bisa mengerami dan bermain dengan anak ayamnya yang lucu. Namun, setahun lebih Daun berada di kandang , melahirkan telur-telur akan tetapi 1 butir pun dia tak pernah merawatnya. Saat Daun sudah stress, karena dia mempunyai keinginan menetaskan telur dan mempunyai anak ayam, Daun ingin juga tinggal di halaman bersama Anjing tua, para bebek dan Ayam korea pajangan. Berada disana selaksana impian Daun, yang harus dikubur dalam-dalam. Tapi suatu ketika, ketika Daun tidak bisa bertelur kembali daun di ambil dan dikeluarkan dari kandang.
Melainkan, di kumpulkan bersama-sama ayam tua dan dibuang. Seketika, Daun berada di lubang kematian (tempat pembuangan ayam yang mati) dia mendapati dirinya dalam kegelapan. Namun ada suara dari luar yang menuntun dia keluar dari lubang kematian.
Dia suara si bebek pengelana , bebek liar yang juga tinggal di halaman. Akan tetapi Daun juga ditolak, jika berada di halaman. Sebab mereka selalu menyangkal bahwa Daun adalah ayam petelur, tidak bisa bergabung. Hidup di luar halaman pun, tak semudah yang dibayangkan ancama musang liar selalu ada. Kini Daun hanya ada pilihan, hidup di alam bebas. Suatu ketika sahabatnya si bebek pengelana mempunyai pasangan bebek putih dan mempunyai telur, si bebek putih dimakan si musang. Alhasil, si Daun yang mengerami dan menetaskanya.
Daun menemukan telur di bawah semak mawar, namun Daun tak tahu kalo itu adalah telur bebek dari si bebek putih susu. Siang malam si Daun mengerami telur si bebek, dan dijaga oleh si bebek pengelana yang merupakan ayah dari telur itu. Suatu ketika, si bebek pengelanapun di makan oleh Musang. Daun semakin merasa bersalah karena selalu merepotkan bebek pengelana.
Dan telurpun menetas seakan membawa salam pertemuan dan perpisahan. Anak bebek yang menetas itu selalu tumbuh dengan baik dan menjadi teman cerita si Daun.
Dan sesaat setelah Bebek itu harus dewasa, dia harus pergi bersama-sama kawanan bebek liar untuk bermigrasi. Si Daun pun kian menua, dan tak mampu berlari kencang sepertinya sudah saatnya Daun harus terbang tinggi tanpa batas. Dia meminta si musang agar memangsanya, agar bisa memberi makan kepada anak-anaknya (musang-musang) kecil
Karena si musang itu berpuluh puluh kali selalu mengintai si Daun, tapi Daun selalu berhasil selamat.
Kini tiba saatnya hukum alam, kematian di magsa musang bukanlah hal tragis. Melainkan penerimaan takdir, dia menjadi Ayam . Namun tak ada yang diselali, karena Daun bisa mewujudkan impianya yaitu keluar dari kandang peternak , mengerami dan menetaskan serta merawat anaknya sampai besar. Walau tahu, telur yang ia tetaskan dan rawat adalah telur bebek.
Tangis air mata pecah ketika Bebek pengelana yang menjaga Daun saat mengerami telur bebek dimakan musang, dan tangis terakhir pecah saat Jambul Hijau anak bebek yang dirawat Daun memutuskan untuk bermigrasi dengan kelompoknya, dan Daun memilih untuk terbang tinggi dan dimakan musang.
Perasaan saat membaca ini adalah, sedih lagi-lagi aku membaca novel yang tokoh utamanya meninggal. Rasa kecewa ada, tapi itulah hidup semua ada garis takdir masing-masing.
Fabel yang sangat menyentuh hati, yang berhasil mengeluarkan tetesan air mata. Novel karya Hwang Sun Mi yang sangat memukau. Aku menjadi kembali berpikir, apakah pada saat aku meninggal nanti aku sudah mewujudkan impian-impian aku??
Kutipan yang manis yang di dapat dari novel ini adalah "Nanti ibu sendirian. Ibu kan tidak bisa kembali lagi ke halaman."
"Ibu tidak apa. Ibu punya banyak kenangan, jadi tidak akan kesepian" (hal.196)My Score : 🥰🥰🥰🥰🥰/5
Comments
Post a Comment