Review I Want to die but I want to eat tteopokki 2
IDENTITY
Judul : I Want To Die But I Want
To Eat Tteokpokki 2
Penulis : Baek Se Hee
Penerjemah : Ni Made Santika
Penerbit : Penerbit Haru
Tahun Terbit : Cetakan pertama, Agustus 2020
Jumlah halaman : 232 hlm; 19 cm
ISBN : 978-623-7351-47-4
SYNOPSIS
“Alih-alih menerima kekurangan, aku memutuskan untuk tidak memandang diriku sendiri secara negatif.”
Perjuangan Baek Se Hee untuk sembuh dari distimia masih berlanjut. Konflik batin yang dialaminya selama masa penyembuhan pun jadi lebih kompleks.
I Want to Die But I Want to Eat Tteokpokki 2 adalah catatan pengobatan Baek Se Hee yang berjuang mengatasi distimia—depresi ringan yang terus-menerus. Kedekatan buku ini dengan pembaca mengantarkannya masuk ke jajaran bestseller Korea Selatan dan Indonesia. Baek Se Hee telah menggandeng banyak tangan orang pada seri pertama dan ia berharap bisa menggendeng lebih banyak tangan lagi dengan kedua buku ini.
REVIEW :
Annyeong chingudeul, bertemu lagi kita ... well ini seri lanjutan I want to die but i want eat tteopokki 1 ya. Antara seri 1 dan 2 tidak bisa dibandingkan mana yang lebih bagus atau baik, karena seri esai lanjutan ini tidak bisa dipisahkan. Yang seri ke2 ini jauh lebih kompleks konfliknya, Buku pertama dan kedua ini ditulis oleh penulis Korea Selatan pada tahun 2019, dan diterjemahkan oleh penerbit Haru pada bulan Agustus 2020, setahun setelah buku pertamanya lebih dulu terbit. Baek Se Hee lahir di Seoul, tahun 1990. Setelah lulus kuliah dari jurusan Sastra, ia bekerja selama lima tahun di sebuah penerbit. Selama lebih dari sepuluh tahun, ia mengidap distimia (depresi berkepanjangan) dan gangguan kecemasan. Setelah mencoba mengunjungi berbagai psikolog dan psikiater, akhirnya pada tahun 2017 menemukan rumah sakit yang cocok dan kini sedang menjalani pengobatan, baik dengan menggunakan obat maupun dengan metode konsultasi. Makanan yang paling ia sukai untuk dinikmati saat membaca buku dan menulis cerita adalah Tteokpokki.
Saya tertarik dengan buku kedua Baek Se Hee yang bertajuk I Want to Die But I Want To Eat Tteokpokki 2 karena perjalanan untuk berproses mencapai kesembuhan tidak kalah menarik dengan hasil akhir.
Kadang yang membuat perjalanan ini sulit bukan hanya persepsi pribadi saja, melainkan pembicaraan orang tentang diri kita. –dr. Jiemi Ardian, Sp. KJ.
Penerimaan dalam buku ini digambarkan sebagai proses yang unik dan individual, yang tidak serta merta langsung menerima bahkan pada saat sedang berproses. Tidak apa jika saat ini kita masih merasa belum membaik dalam proses menerima diri sendiri. Baek Se Hee mengungkapkan bahwa kita bisa membaik dalam perjalanan menerima diri sendiri (halaman 5)
Jangan pernah menyepelekan sakit mental karena sangat berpengaruh pada sisi batin dan fisik seseorang. Buku yang sangat bergizi, jauh mengajarkan lewat pengalaman esainya Baek See Hee tentang proses penerimaan dirinya yang tidak mudah. Jujur, menarik sekali part 2 ini konflik batin yang dihadapi begitu kompleks dan yang aku salutkan psikiaternya selalu punya ide ide khusus buat dia.
Tambahanku adalah Inti dari itu semua, sebaiknya kita menjaga perkataan kita supaya tidak melukai orang lain. Orang lain mungkin tidak sekuat mentalnya seperti kita, tetapi alangkah baiknya cukup standar di masyarakat kita hilangkan harus sukses muda, menikah muda atau hinaan fisik. Karena seseorang punya masa dan waktu sendiri jadi jangan sembarangan berbicara dengan orang. Dan apabila kita berada di sudut pandang pendengar perkataan yang menjatuhkan, alangkah baiknya kita rileks tanamkan di pikiran tenang hidup cuma sekali jatuh bangun hal biasa. Dan semua orang punya komentar sendiri tentang kita.
Jadi tertarik beli seri 1 dan 2 , ga akan menyesal kok chingudeul pasti bermanfaat buat kita. 🤗
Gomawo sekian reviewnya..
See you ... 💕
My Score : 🥰🥰🥰🥰/5
Comments
Post a Comment